Rabu, 25 April 2012 - 14:04:07 WIB
Demetologi Pendidikan
Artikel: - Dibaca: 706 kali

Demetologi Pendidikan Perempuan

Oleh: Ahmad Wiyono

Wacana Kesenjangan Pendidikan perempuan dengan Laki-laki, pada dasarnya merupakan Metos soial yang sudah tidak relevan jika diwacanakan dalam konteks kekeinian, dizaman yang sudah serba maju ini. Karena Perempuan maupun Laki-laki sama-sama berhak untuk mendapat Pendidikan Yang Layak seperti yang telah diamanatkan oleh UUD 45

Perbincangna masalah perempuan nampaknya akan selalu menjadi perbincanagn menarik, baik dalam forum diskusi ilmiah bahkan pada perbimcangan sederhana yang barangkali hanya dulakukan oleh segelintir orang, hal ini diakibatkan posisi perempuan yang selalu menjadi diskursus ditengah masyarakat.

Konsep domestifikasi perempuan misalnya, acapkali dijadikan alasan untuk menggeser kiprah kaum perempuan dalam struktur sosial. Sehingga tak heran jika hal seperti ini terus menjadi wacana hangat yang sepertinya tidak akan pernah sepi dalam setiap perbincangan.

Dunia Pendidikanpun tidak luput dari rentetan wacana perempuan, persoalan kesenjangan pendidikan perempuan menjadi sesuatu yang terus digulirkan, sehingga mengakibatkan adanya sebuah stratifikasi yang sangat lebar antara pendidikan perempuan dan laki-laki.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah wacana semacam ini hanya merupakan wacana buta yang secara faktual tidak pernah terjadi, atau dalam bahasa lain hal itu digelindingkan hanya untuk menjustifikasi posisi perempuan agar selalu ada dibawah kaum pria, atau jangan-jangan wacana semacam ini justru memang merupakan fakta yang secara tidak sadar sudah dialami oleh kaum perempuan.

Terlepas dari kontroversi diatas, yang jelas ada kemungkinan bahwa kedua asumsi tersebut memang benar, namun demikian untuk membuktikan tingkat pendidikan perempuan di indonesia perlu kita membuka data statistik yang menjadi gambaran kuat akselerasi pendidikan kaum perempuan di negeri tercinta ini.

Menurut data yang ditulis oleh Eka Hamidah (Peneliti SCINIE Bandung), selama pereode 1971-1990 Pendidikan kaum perempuan yang tidak tamat SD dan tidak sekolah turun dari 80,07% 52,90%, sedangkan tingkat partisipasi di sekolah untuk penduduk wanita usia 7-12 tahun pada laporan yang sama menunjukkan angka yang menggembirakan, antara kaum laik-laki dan perempuan tidak berbeda, bahkan sedikit lebih banyak, yakni 91,55% berbanding dengan 91,35% (Seputar Indonesia: 21 April 2007).

Dari data diatas ada kesimpulan sementara yang bisa dijadikan alasan kuat tentang adanya metologi pendidikan perempuan yang hal itu cendrung mendiskriminasikan kaum perempuan, yaitu bahwa pada dasarnya sejak tahun 90-an pendidikan kaum perempuan sudah hampir setara dengan kaum laki-laki, hanya saja stigma yang terus menggurita kaum perempuan megakibatkan terus terpuruknya posisi perempuan dalam bidang pendidikan.

Wacana rendahnya penididkan perempuan pada dasranya merupakan metos soial yang terus bergulir dan mengancam terhadap konsistensi kaum perempuan itu sendiri, maka dari itu langkah cerdas untuk mengikis konsep kesenjangan tersebut merupakan langkah yang harus dilakukan oleh siapa saja –lebih-lebih kaum perempuan itu sendiri-, sehingga metos-metos tersebut dengan sendirinya akan bergeser dan dengan itu posisi Pendidikan perempuan akan terus bangkit dan menyetarai dengan Pendidikan laki-laki.

Bahkan perlu kita garis bawahi, bahwa Dalam konteks islam-pun sudah ditegaskan, bahwa sebenarnya tidak ada dikotomi pendidikan antara laki-laki dan perempuan, justru pendidikan itu sendiiri menjadi wajib dimliki oleh setiap orang islam baik laki-laki maupun perempuan.

Dasar ini cukup mejadi alsan bagi kita untuk sama-sama menghapus kesenjangan pendidikan tersebut. Maka metologi Pendidikan Perempuan yang menyatakan bahwa perempan masih tertinggal dibanding laki-laki dalam sektor pendidikan harus kita minimalisir dalam upaya menciptakan iklim pendidikan yang setara tanpa harus mempersoalkan jenis kelmain masing-masing, karena sekali lagi laki-laki maupun perempuan sama-sama punya hak dan kewajiban untuk meiliki peniddikan yang memadai.

*Ahmad Wiyono Alumni PP. Annuqayah Sumenep, saat ini menjadi Dosen Jurnalistik di FKIP UIM Pamekasan